Assalamu’alaikum wr wb.

                Hay.. hay.. hayy.. apa kabar sahabat semua?? Semoga kalian baik-baik saja ya.
Okay, kali ini saya mau sharing sedikit pengalaman selama menjadi siswa di SMAN 1 Aikmel, semoga tulisan ini bisa memberikan semangat bagi kalian semua khususnya my young brother and sister yang masih duduk di kelas X atau XI.

Sebelumnya, perlu diketahui nama saya Rowi Alfata, siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Aikmel. Sedih banget, kalo ngucap kelas XII.. :’).. Iya begitulah, menurut catatan kitab diary-ku hari ini, hanya tertinggal 111 hari lagi menuju UJIAN NASIONAL.

Gimana rasanya kelas XII??

Hmm,, sebenarnya sih nggak enak, but willy nilly, we are in the process of life’s sequence. Kelas XII alias kelas terakhir gitu loh. Semuanya terasa berbeda,  kalian nggak akan ada waktu lagi untuk main-main dengan bebas sebagaimana biasanya. Kalo sudah kelas XII kudu rajin buka buku-buku kelas X dan XI. Belum lagi ngerjain tugas. Hhh,, pokoknya, semakin banyak dah aktifitas yang harus kalian kerjain..

Saya mengatakan ini kepada kalian, bukan untuk menakut-nakuti lho. tapi itu hanya sebagai pembuka aja. Sebagai kakak kelas saya Cuma ingin berpesan pada kalian, rajin-rajinlah belajar. Yup, bukannya sok pintar, sok rajin, atau apa, tapi ini hanya ingin kalian lebih baik dan tidak menyesal ketika kelas XII nanti. Perlu diketahui bahwa 95% siswa kelas XII menyesal karena tidak rajin dulu.ya, itulah sifat dasar manusia, menyesal ketika nasi sudah menjadi bubur, menyesal ketika UN akan datang dan tak mungkin untuk kabur.

Saya adalah salah satu dari 221 siswa kelas XII yang akhirnya menyesal dengan amat sangat. Sewaktu kelas X, saya sangat pasif dan tidak banyak bergaul. Saya tidak ikut satupun KIR/OSN. Sempat sih ikut matematika dan bahasa inggris, hanya beberapa kali pertemuan sampai akhirnya keluar dan tidak pernah masuk lagi. selama kelas X, saya hanya ikut di satu ekstra, yaitu cerdas cermat UUD 45. Itupun karena dipilih oleh guru bukan karena saya aktif mendaftarkan diri. Karena tidak ikut di satupun bidang OSN, maka saya hanya jadi penonton ketika teman-teman saya keluar kelas untuk karantina persiapan olimpiade. Saya hanya jadi penonton ketika upacara, piala-piala dibagikan kepada para juara lomba. Selama satu tahun, bisa dibilang prestasi di ekstra saya adalah NOL besar. Saya tidak mendapatkan apapun. Tak ada piagam ataupun piala. Saya merasa kondisi saya kritis setelah mendengar nasehat dari guru matematika yang menyarankan kami untuk ikut pembinaan OSN, karena sertifikat OSN itu sangat bermanfaat dan menjadi nilai plus ketika nanti mendaftar kuliah di perguruan tinggi negeri. Tetapi saya merasa semuanya sudah terlambat. Tidak mungkin saya masuk pembinaan OSN, karena teman yang lain sudah hampir satu tahun ikut pembinaan, bagaimana mungkin saya akan bisa mewakili sekolah sementara banyak siswa lain yang sudah lebih pintar karena lebih dulu 1 tahun dibina. Sempat putus asa dan pasrah pada keadaan.

Satu tahun berlalu dan saya resmi naik kelas. Kelas XI semester I tak jauh berbeda dengan kelas X. Saya hanya bisa memendam rasa iri ketika teman-teman saya keluar kelas untuk karantina persiapan olimpiade. Semakin hari, rasa iri itu bagaikan bola salju, semakin lama, semakin bertambah. Saya ingin sekali bisa seperti teman-teman, bisa membawa nama sekolah keluar dalam sebuah lomba. Pelajaran yang saya paling saya sukai sejak SMA adalah Fisika. Saya ingin sekali ikut Pembinaan OSN Fisika. Tetapi beban mental karena keterlambatan kembali menjadi penghalang. Sempat saya meminta izin untuk ikut kepada guru pembina fisika, tetapi tidak diizinkan, dengan alasan sudah terlambat dan terlalu banyak yang ikut, maklum saja di fisika sudah ada banyak siswa yang memiliki kemampuan luar biasa. Sampai akhirnya masuk bulan ke dua di semester dua, guru kimia menanyakan saya ikut di KIR apa, dengan sangat malu saya menjawab; “tidak ada. Guru kimia itu terlihat heran dan akhirnya saya diajak untuk ikut KIR Kimia. Menjadi siswa baru yang tidak tahu apa-apa ditengah lingkungan orang-orang pintar dan jauh lebih dulu belajar kimia bukanlah hal yang mudah. Hari pertama saya ikut KIR, ketika guru masuk kelas langsung dibagikan soal, dan totally 2 jam saya hanya jadi penonton, tidak mengerti sama sekali materi yang di soal itu. Saya hanya melihat jam berharap cepat pulang. Saya bertekad akan tetap bertahan di kimia. Saya harus belajar untuk mengejar mimpi saya untuk ikut olimpiade. Sampai petemuan ketiga, saya masih bertahan, dan belum ada yang bisa saya mengerti sama sekali (karena setiap kali pertemuan materinya baru), jadi masih penonton setia dan yang bisa saya lakukan setiap kali KIR bukanlah mengerjakan soal, tetapi menghapus papan, hanya itu. Ditengah kegalauan saya yang tak kunjung mengerti materi kimia itu, guru fisika yang sempat menolak saya, menawarkan untuk ikut KIR Astronomi. Waaahh, ilmu apa nihh kata saya, saya bertanya kepada teman sekelas saya yang ikut KIR astronomi. Karena Astronomi adalah salah satu cabang fisika, maka dengan senang hati saya langsung menerima tawaran itu. Awalnya tidak tahu apa-apa, tapi seiring berjalannya waktu dan berkat kegigihan pak Rudianto (Pembina) dalam memperkenalkan astronomi dari awal akhirnya saya mulai mengerti.
Sejak saat itu, saya mulai menikmati KIR astronomi. Karena jadwal KIR astronomi dan Kimia sering bertabrakan, maka saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari KIR Kimia.
Waktu yang saya impikan akhirnya datang, karena yang ikut KIR astro waktu itu hanya 3 orang, termasuk saya, maka saya bisa mewakili sekolah dalam OSP. Dan hasilnya Alhamdulillah bisa membawa nama baik sekolah menjadi salah satu juara.

Usai OSP, tak ada lagi lomba untuk mata pelajaran Astronomi. Hanya tinggal satu ajang lagi yang bisa saya ikuti, yaitu Olimpiade MIPA Universitas Mataram. Dan entah kenapa, guru Pembimbing Astronomi yang juga Pembimbing Fisika kembali menantang saya untuk mengikuti OMIPA UNRAM tersebut. Pucuk dicinta ulampun tiba. Fisika, yang selama ini saya impikan. Kini saya bisa mempelajari Soal Olimpiadenya. Dengan keseriusan dalam belajar dan mengikuti KIR akhirnya saya kembali menjadi salah seorang juara di ajang tersebut.

Begitulah cerita singkat tentang perjalanan “karir” saya sebelum kelas XII. Saya Cuma berpesan kepada adik-adik kelas, ikutilah KIR/ektra, seriuslah pada bidang yang kalian sukai. Jangan sekali kalian melewatkan masa-masa indah tanpa prestasi di luar sekolah. Berikanlah hadiah kepada sekolah, dan itu akan menjadi kenangan manis untuk kalian ingat dimasa mendatang.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top